mencari topik lain

Tuesday, June 18, 2013

Sekolah ? SIAAP!!


“Andaikan setiap guru dan orang tua bisa membuat penasaran kepada anak tentang semua mata pelajaran, maka tidak akan ada anak malas dan takut sekolah”.

Sekolah ? SIAAP
Sekolah itu harus menyenangkan, harus membuat anak tidak sabar segera mendatanginya setiap hari untuk mengarungi lautan pengetahuan yang tidak terbatas.
Sekolah itu harus memiliki guru yang membuat mulut anak didiknya menganga karena mendengar penjelasannya.
Sekolah itu harus memiliki suasana yang membuat setiap anak terkejut kenapa tiba - tiba sudah jam pulang sekolah.
dan..
Sekolah itu harus mengispirasi perubahan yang membuat anak merasa bersemangat untuk mengerjakan kebaikan

Adakah Sekolah seperti itu ? ada, tapi pastilah hanya segelintir di antara ribuan sekolah yang semuanya mengiklankan kehebatan sekolahnya. Namun ternyata kehebatan sekolah hanyalah salah satu faktor bagi anak untuk enjoy dan sukses dalam menimba ilmu. Masih ada faktor A alias faktor ANAK yang menjadi faktor utama, tentu saja disamping orang tua sebagai penanggungjawab utama pendidikan anak. Kesiapan motorik, kognitif, sosial, dan mental anak adalah yang utama agar sekolah tidak lagi menjadi aktivitas yang menyeramkan bagi anak dan stressor bagi orangtua.  

Sekolah sebenarnya dimulai dari SD (Sekolah Dasar) bukan TK/KB.  Karena semua aktivitas sebelum SD adalah masa mempersiapkan anak untuk memasuki dunia sekolah, maka TK/KB atau sejenisnya sering disebut juga Preschool.
Namun, kesiapan untuk kematangan sekolah juga bukan sepenuhnya tanggungjawab preschool. Kelompok bermain atau TK hanyalah tempat yang secara materi sudah disusun untuk membantu orangtua mempersiapkan anak untuk memasuki lingkungan sekolah yang sebenarnya. Jadi peran orangtua sebagai penanggung jawab utama pendidikan anak harus mampu mengetahui sejauh mana kesiapan anak untuk sekolah dan mempersiapkan sebaik mungkin.

Ada empat faktor utama kesiapan anak masuk sekolah yang dapat dipersiapkan oleh orangtua, yaitu motorik, kognitif, sosial dan mental.

Kesiapan Motorik.

Melompat, memanjat, berlari adalah jenis motorik kasar. Kemampuan ini berkembang seiring dengan kematangan fisik anak. Selain lebih bugar, motorik kasar juga akan merangsang perkembangan otak agar lebih aktif sesuai gerakan fisiknya. Di sekolah, motorik kasar yang baik dapat memudahkan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

Untuk urusan ini sebaiknya jangan terlalu banyak melarang atas perilaku anaknya yang aktif bergerak. Karena pada dasarnya anak sedang bereksplorasi atas perkembangan fungsi tubuhnya. Cukup dengan pengawasan dan batasan terhadap aktifitas yang membahayakan saja.

Sedangkan motorik halus adalah aktifitas fisik yang lebih detail dan fokus. Misalnya menulis,menggunting, dan lainnya. Disini orangtua bisa melatih dengan menggambar, mengenalkan huruf dan abjad serta mencoba menirunya (ingat, sekedar mengenalkan, bukan memaksa dengan les berlebihan). Di dapur sang ibu bisa mengajarinya menggunting dan mengiris sayuran. Tapi tetap harus sesuaikan dengan level kemampuannya.

Jika anak terlalu pasif atau lebih menyukai playstation dari pada permainan yang membutuhkan gerak, maka sebaiknya orang tua mengambil peran untuk menstimulasi agar anak memiliki aktifitas fisik yang seimbang. Bermain di pantai, bersepeda atau kerja bakti dirumah mungkin bisa menjadi alternatif aktifitas  yang menyenangkan.

Kesiapan Kognitif

Perkembangan pola pikir dan logika anak mengalami perubahan pesat pada masa usia sekolah. Dari yang bersifat imajinatif menuju ke berpikir konkrit. Pada awalnya cara berpikir anak banyak didominasi imajinasi dari stimulus yang ditangkap dari panca inderanya. Namun kemudian bergeser ke arah pemikiran konkrit, rasional dan objektif.

Pada masa ini anak masih lebih mudah menghapal daripada memahami  konsepnya. Operasi hitung sederhana  dapat dilakukan anak karena hapalan, bukan konsep bertambah atau berkurangnya benda. Sehingga orang tua sebaiknya memberikan rangsangan kognitif dengan contoh yang sederhana, nyata, menarik, dan mudah ditangkap oleh anak. Mengajari operasi hitung dengan benda langsung jauh lebih bermanfaat daripada tebak – tebakan.

Dalam hal pemahaman spiritual, anak lebih baik jika diajak berbincang tentang konsep ibadah engan cara penanaman tauhid. Ingat anak memiliki daya paham yang terbatas, jadi harus benar2 memilih cara yang sesuai. Misalnya konsep bahwa manusia sebagai makhluk harus banyak berterima kasih kepada sang pencipta atas semua pemberianNya melalui ibadah. Jelaskan juga bahwa jalur khusus meminta juga bisa didapat melalui ibadah. Tekankan bahwa ibadah bukanlah ritual, tapi sebuah kebutuhan komunikasi yang harus dilakukan dengan khidmat dan sungguh - sungguh.

Tekankan bahwa ibadah bukanlah ritual, tapi sebuah kebutuhan komunikasi yang harus dilakukan dengan khidmat dan sungguh - sungguh.

Mendengarkan dengan fokus ketika anak bercerita juga merangsang kognitif anak, terutama dalam kemampuan berbahasa dan menguraikan gagasan. Diskusi ringan terhadap topik yang sedang menarik bagi anak sangat positif bagi peningkatan kemampuan berpikir. Yang perlu diperhatikan, fokus dan pakailah bahasa anak. Jangan mudah menasehati atau menyimpulkan. Arahkan agar anak yang menyimpulkan sehingga anak memahami konsep dengan sepenuhnya.

Kesiapan Sosial

Anak identik dengan bermain. Dengan aktifitas ini anak banyak belajar tentang komunikasi, norma, aturan, peran, empati, kepemimpinan, negosiasi dan masih banyak lagi kemampuan yang berhubungan dengan ‘mengelola’ orang lain. Hampir dalam setiap permainan kelompok selalu ada pembelajaran yang bisa didapatkan. Bahkan dengan bertengkar pun anak masih bisa belajar tentang norma, pemecahan masalah, dan kemandirian. Tentu saja, asal masih dalam batas wajar dan tidak berbahaya.

Ketika  di sekolah, anak sangat membutuhkan kesiapan sosial. Komunikasi dan adaptasi terhadap aturan dan norma adalah keharusan dalam proses pendidikan formal. Kemampuan bergaul dan menyesuaikan diri terhadap teman teman sebaya akan membuat anak merasa nyaman dan betah di sekolah.
Biasakan anak untuk bertemu dan bersosialisasi dengan orang lain. Bukan hanya teman sebaya namun juga dengan orang dewasa. Jika anak menolak dengan alasan malu, jangan dipaksa. Berikan pengertian pada waktu luang dan lebih sering diajak bersilaturahmi. Pastikan motivasi yang diberikan bukan berupa paksaan.

Kesiapan Mental - Psikologis

Kematangan mental anak adalah kondisi dimana mental seorang anak berkembang sesuai dengan tugas level perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan anak, pada awal usia sekolah seorang anak mempunyai tugas perkembangan mental untuk belajar kemandirian, belajar mengelola emosi dan berbagi, belajar peran atas jenis kelamin, dan belajar tentang nilai agama dan norma. Keberhasilan anak dalam melakukan proses tersebut akan menambah rasa percaya dirinya.

Tentu saja mereka tidak mungkin bisa belajar secara mandiri. Diperlukan bimbingan dan teladan dari lingkungan agar proses ini berjalan dengan maksimal. Dalam memberikan nasehatpun harus bersifat dua arah dan mudah dipahami. Metode cerita dan komunikasi akrab seputar kejadian yang dialami akan lebih mudah ditangkap oleh anak daripada sekedar aturan dan nasehat normatif yang terlalu kaku.

Dalam hal ini pemahaman kenapa perilaku itu harus dilakukan atau dilarang sangat penting. Sehingga anak disiplin dalam berperilaku karena paham alasannya harus melakukan atau tidak melakukan. Bukan karena takut akan hukuman. Terkadang anak mengulang pelanggaran yang sudah dilakukan, tapi biasanya ini terjadi karena dampak atas pelanggaran tidak begitu berpengaruh bagi anak dan bukan karena niatan nakal atau menyimpang.

Bahas peristiwa yang diketahui atau dialami anak  dengan bahasa anak. Bimbing anak untuk menangkap sisi positif dan negatif dari peristiwa tersebut. Bagi anak, sebuah nilai yang disertai dengan contoh kejadian akan lebih mudah dipahami daripada aturan yang terlalu umum.

Melakukan kesalahan bukan lah sesuatu yang tabu selama tidak membahayakan anak. Justru dengan kesalahan anak belajar tentang risk task dan move on dari sebuah kegagalan. Berikan semangat untuk selalu mencoba dan memperbaiki.

Berikan pujian untuk setiap peningkatan kemampuan anak sekecil apapun. Penting diperhatikan adalah pujian itu ditujukan kepada perilakunya, sehingga anak paham dan mengerti bahwa sesuatu itu layak dilakukan dan diulang. Sebaliknya kritik anak atas perilakunya, bukan orangnya. Dan berikan solusi, sekali lagi, dengan bahasa yang nyaman dan mudah dipahami. Karena mengkritik tujuannya adalah merubah perilaku bukan merendahkan.

Bentuk persepsi positif tentang sekolah. Ajak anak diskusi tentang sekolah beberapa bulan sebelumnya. Berikan contoh yang menyenangkan tentang aktivitas belajar. Hubungkan setiap kejadian menyenangkan dan menarik dengan pelajaran yang akan didapat suatu saat jika anak sekolah.
Percobaan kecil tentang benih kedelai yang tumbuh di sebuah kapas basah mungkin akan menarik perhatian anak. Sampaikan bahwa hal itu akan diajarkan di sekolah dengan pelajaran bernama IPA. Sehingga dalam pikiran anak kata IPA itu identik dengan sesuatu yang menyenangkan. Lakukan juga untuk pelajaran lainnya.

Terakhir,

Anak bersekolah adalah demi kepentingan anak, bukan pemuas ego dan demi image orang tua. Setiap anak memiliki potensi yang siap diledakkan. Tugas orangtua adalah membimbing dan memastikan bahwa anak memiliki masa belajar yang menyenangkan dan aman bagi akhlak mereka. Tidak ada sekolah terbaik, yang ada adalah sekolah yang tepat bagi anak.

Semoga berguna
(artikel telah dimuat di harian Joglosemar bulan Juni 2013) 


Artikel terkait
Kematangan Sekolah
Preschool tidak butuh PR

No comments:

Post a Comment