mencari topik lain

Monday, July 15, 2013

Rajin Sholat

Kenapa anak saya susah kalo disuruh sholat,
 padahal bacaan sudah pinter lo.. di sekolah aja nilai praktek sholatnya bagus



gambar - internet
Ada beberapa hal yang bisa dijadikan acuan

Pertama, masalah usia.
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda agar kita memerintahkan anak – anak kita untuk shalat pada usia tujuh tahun dan memukulnya jika tidak melakukan pada usia sepuluh tahun.

Pertanyaannya kenapa angka usia yang disebut adalah TUJUH dan SEPULUH ?
Kenapa tidak sejak 3 tahun atau 5 tahun..?


Ternyata pada usia ini (7 tahun) anak sudah mulai belajar membedakan antara yang benar dan salah, yang disebut sebagai masa Tamyiz. Sehingga sangat sesuai jika mulai diajarkan tentang syariat beserta sebab dan akibatnya.
Secara psikologis, pada usia ini perkembangan kognitif anak sudah mempu melakukan penalaran sederhana. Selain itu pada masa ini anak sudah mulai belajar menerima konsekuensi atas perilaku yang dilakukan.
Konsekuensi disini bisa diartikan hukuman, namun bukan yang mengarah pada tindakan kasar dan menyakiti. Pukulan jika tidak melakukan yang dimaksud adalah sebuah ‘signal’ yang diberikan pada anak sebagai tanda bahwa anak telah melakukan perilaku yang salah.

Analisa ini menjelaskan bahwa kedisiplinan anak baru bisa dipertanggungjawabkan dengan kesadaran anak secara penuh pada usia 10 tahun. Artinya pada usia pra sekolah arti sholat bagi anak hanyalah ikut - ikutan tanpa memahami makna dan mengimaninya.
Namun ini bukan berarti menafikkan bahwa anak sudah bisa dikenalkan (dibiasakan) untuk sholat sejak usia lebih dini. Karena dalam beberapa riwayat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan bahwa beliau juga pernah mengajak cucunya yang usianya masih balita utuk shalat berjama’ah.
lebih lengkap klik disini - Psikologi Kognitif dan Pendidikan Taklif

Kedua, masalah pemahaman
Ini berkaitan dengan konsep yang ditangkap anak tentang sholat. Seringkali orang tua menjelaskan kewajiban sholat sebagai sebuah keharusan tanpa penjelasan yang mudah diterima anak. Bisa dibayangkan jika seorang anak yang masih berada pada masa bermain tersebut harus melakukan sesuatu yang bagi dia tidak mengasikkan dan tanpa mengetahui keuntungan apa yang didapat.

Bahkan tidak sedikit para orang tua yang selalu mengancam neraka ketika anak tidak melakukan. Bukankah ini semakin menyulitkan anak untuk ‘menyukai’ ibadah.
Ingat sasaran kita adalah anak bukan orang dewasa. Mengenalkan surga dan neraka itu harus, namun gunakan cara yang mudah dipahami anak. Karena pada dasarnya agama itu penolong bukan pengancam.

Ketiga, masalah keteladanan
Bagi anak apa yang dilihat adalah sebuah contoh yang boleh dilakukan. Apa yang dilakukan orang tua adalah sebuah nasehat. Jadi apabila orang tua memerintahkan anak untuk rajin sholat sementara orang tua menunda sholat adalah sebuah ‘kontradiksi nasehat’ yang membuat perasaan anak memberontak.
Bagi anak tidak ada alasan untuk tidak melakukan, sementara sang ayah menunda sholat hanya karena rokoknya belum habis.

Lalu bagaimana membiasakan anak sholat sejak dini ?

Sholat bukanlah ritual atau sekedar kewajiban, namun sebuah kebutuhan manusia ‘menghubungi’ sang pencipta untuk berterimakasih, mengadu dan meminta.
Jika sebuah perilaku didasarkan akan sebuah kepentingan pribadi untuk mendapatkan keuntungan, maka tanpa pengawasanpun seseorang akan tetap melakukannya dengan sungguh – sungguh.

Pertanyaannya adalah bagaimana hal itu terjadi kepada anak ?
Jika ini pertanyaan terbesarnya maka ada dua kemungkinan.
Pertama, kita bukanlah orang yang terbiasa ‘ngobrol’ asik dengan anak. kita lebih mudah menarik kesimpulan ketika anak sedang bercerita dan selanjutnya puluhan nasehat akan keluar dari mulut kita. Kedua, kita sebagai orang dewasa memahami ibadah sholat sebagai sebuah beban. Kita cuma berharap semoga anak kita lebih baik imannya daripada kita dengan cara disekolahkan di sekolah islam atau diikutkan TPA yang hebat.

Atau bukan keduanya ?
Baiklah , apapun itu ada beberapa yang bisa kita lakukan untuk membuat anak rajin sholat.

Pertama, pahami cara berpikir anak.
Anak itu bukan orang dewasa dalam bentuk mini, namun benar – benar sosok kecil dengan pemikiran yang baru berkembang. Bagi anak bermain itu yang utama, dan memang melalui permainan atau sesuatu yang menyenangkan anak bisa belajar banyak tentang bagaimana harus berperilaku. Cara berpikir anak begitu sederhana, kaya imajinasi dan sedikit pertimbangan. Jadi sesuatu yang ditangkap akan dipahami dengan apa adanya.

Kedua, biasakan 'ngobrol' dengan anak sejak dini.
Agar pemikiran kita bisa ‘masuk’ dalam pemahaman anak, pakailah logika sederhana anak. Sampaikan dengan obrolan dan pertanyaan - pertanyaan yang mengarahkan ke konsep yang akan kita sampaikan.

Sebagai contoh pertanyaan seperti
gambar - internet
apa yang dilakukan ketika kita diberi sesuatu ?
kenapa ?..
atau apa guna matahari ?
kenapa kalo kita sakit tidak bisa bermain ?
apa yang kita lakukan jika diberi kesehatan ?
bisa mengarahkan anak untuk memahami konsep Tuhan sebagai dzat maha pemberi dan kenapa kita harus bersyukur. Bukankah beribadah adalah cara bersyukur yang telah dicontohkan Rasulullah ?

Arahkan bahwa sosok Tuhan itu hebat, peduli, perhatian dan sayang pada hambanya. Sehingga semakin kita dekat, maka akan semakin sayang Tuhan pada kita.

Konsep neraka adalah sebuah bentuk hukuman HANYA JIKA kita sengaja berbuat buruk. Perdalam konsep ini seiring bertambahnya usia anak.

Ketiga, berikan contoh
Perbaiki diri sebelum memperbaiki anak. Orang tua adalah guru yang nyata bagi anak. karena bukan hanya mengajarkan teori namun juga menunjukkan praktek sekaligus.

Selanjutnya kenalkan anak aktivitas ibadah seawal mungkin. Biasakan melakukan serutin mungkin agar mejadi sebuah kebiasaan sehari – hari. Namun ingat, bagi anak itu hanya sekedar ritual ikut - ikutan tanpa memahami makna lebih lanjut. Dalam kondisi ini, kedisiplinan terjadi hanya sebatas jika diawasi atau diajak. Jika tidak, bisa jadi anak lebih mementingkan aktivitas bermainnya dari pada beribadah. Ini bukan berarti anak bandel, namun memang makna sholat belum dipahami secara penuh.

Jadi sebaiknya biasakan anak untuk diajak sholat bersama – sama secara rutin. Bagi anak laki – laki usahakan selalu di masjid. Jangan lupa biasakan untuk menggunakan perlengkapan sholat sesuai syariat, seperti baju bersih, menutup aurat dan tempat yang suci. Ajarkan bacaan sholat pada saat yang tepat dan yang penting minta untuk mempraktekkan pada waktu sholat. Sekali waktu sampaikan arti dari bacaan dan surat pendek dalam sholat. Dan jelaskan dengan bahasa dan contoh yang mudah dipahami.

Keempat, adalah tegas dan konsisten
Ingat tegas itu bukan marah, bukan pula galak. Tegas adalah konsisten dengan apa yang telah kita sampaikan dan kita tetapkan. Dan ini juga berlaku untuk kita sendiri. Tegas bisa disampaikan dengan senyuman dan pelukan. Jika kita bisa melakukan inia maka teriakan dan pukulan tidak akan perlu terjadi di rumah kita.
Anak mungkin akan menangis mengiba, namun ketegasan akan membuatnya berpikir bahwa itu tidak akan ada gunanya.

Kesalahan dan hukuman adalah bagian dari pendidikan. Jangan sampai hukuman membuat trauma apalagi antipati terhadap perilaku yang diinginkan. Bentakan dan tindakan kasar mungkin membuat anak menurut tapi tidak dengan hatinya. ‘Endapan’ hati yang berontak mungkin akan meledak ketika sang anak sudak tidak mampu lagi menahan perasaannya.

Lebih baik berikan reward atas perkembangannya. Tidak harus berupa materi, hal - hal kecil seperti acungan jempol, usapan di kepala, senyuman, pelukan, dan pujian kecil yang tulus atas perilaku hebatnya akan berdampak baik bagi anak. Terkadang ngobrol di saat yang tepat tentang perilaku yang tidak tepat lebih berguna dari hukuman yang tidak dipahami anak.

Wallahu A'lam Bishawab 

semoga berguna.

No comments:

Post a Comment