mencari topik lain

Friday, February 24, 2012

Yang Bodoh Yang Sukses

Apakah anda merasa memiliki anak yang ketinggalan pelajaran dan acuh terhadap sekolah formal..? Berikut beberapa rangkuman riwayat para tokoh hebat yang berawal dari 'kegagalan' dalam perjalanan hidupnya :

adam khoo
1. Adam Khoo :
 Dia orang Singapura. Waktu kecil, ia adalah penggemar berat games dan TV. Sehari, ia bisa berjam-jam di depan TV. Baik main PS atau nonton TV.
Adam Khoo pun dikenal sebagai anak bodoh. Ketika kelas empat SD, Ia dikeluarkan dari sekolah. Ia pun masuk ke SD terburuk di Singapura. Ketika akan masuk SMP, ia ditolak oleh enam SMP terbaik di sana. Akhirnya, ia bisa masuk ke SMP terburuk di Singapura. Begitu terpuruknya prestasi akademisnya, tapi lama kelamaan membaik justru karena cemoohan teman-temannya, hingga akhirnya memperoleh kesuksesan di dunia bisnis.
Prestasi Adam di dunia bisnis ditandai pada saat Adam berusia 26 tahun. Ia telah memiliki empat bisnis dengan total nilai omset per tahun US$ 20 juta.
Kisah bisnis Adam dimulai ketika ia berusia 15 tahun. Ia berbisnis music box. Bisnis berikutnya adalah bisnis training dan seminar. Pada usia 22 tahun, Adam Khoo adalah trainer tingkat nasional di Singapura. Klien-kliennya adalah para manager dan top manager perusahaan-perusahaan di Singapura. Bayarannya mencapai US$ 10.000 per jam.

2. Albert Enstein :
 Siapa yang belum tahu Albert Einstein? Dialah Ilmuwan terkenal abad 20 yang terkenal dengan teori relativitasnya. Dia juga salah satu peraih Nobel. Siapa sangka dia adalah seorang anak yang terlambat berbicara dan juga mengidap Autisme. Waktu kecil dia juga suka lalai dengan pelajaran.

Thursday, February 16, 2012

BAHAYA PSIKOTES BAGI ANAK

sumber - Internet
Kasus I
Ibu A : ‘hasil psikotes anakku IQnya 125..!’
Ibu B : ‘oh ya..  hebat dong! Kalo begitu besok si  Bimo aku bawa ke tempat psikotes ah.. jadi penasaran.
Ibu A : ‘ iya, cuman kok nilai matematikanya masih 6 ya.. padahal sudah les matematika di dua tempat lo..

Kasus II
Ibu Guru : ‘Ibu,  ini hasil tes psikologi si Aryo.’
Ibu Aryo : ’97..? maksud angka ini apa bu ?
Ibu Guru : ‘maksudnya kecerdasan anak ibu sedikit dibawah rata – rata, kata psikolognya ibu perlu untuk meningkatkan kesadaran Aryo untuk belajar lebih tekun.
Ibu Aryo : ‘maap bu, saya sudah capek, tiap hari sudah saya marahi, bapaknya juga, tapi tetep aja bandel.

Kasus III
(diambil dari komentar di blog tingkahanak.com)
June 17, 2011 at 09:03
Anak sy jg ditest dan disimpulkan mempunyai kecenderungan berlebihan untuk menutup diri, menguasai dan depresi alias mempunyai sifat dominative, padahal sehari harinya anaknya sangat perhatian sama saudaranya, mau mengalah dan ceria sperti biasa, ketika diprotes bahwa kesimpulan berbeda dengan apa yang diamati oleh kami orang tuanya, si psikolog ini bilang bahwa sifat ini nanti kalo dewasa baru meledak seperti pelaku mutilasi(……?????) wow….psikolog atau apa ini

Kasus kasus di atas sering terdengar di sekitar kita. Sebuah dampak dari psikotes yang dirasakan orang tua dan (tentu saja, sang ‘terdakwa’) anak. Biasanya tidak sedikit yang kebingungan setelah menerima hasil tes psikologi anaknya. Bisa disebabkan karena penjelasan hasil psikotes diberikan dengan dengan bahasa dewa (susah dimengerti) atau penjelasan yang kelewat minim (tanpa banyak kata) atau hasil tes yang sama sekali berbeda dengan kenyataan.

Alhasil psikotes yang awalnya bertujuan membantu mengetahui profil anak bisa jadi berubah menjadi alat membuat kekacauan di keluarga. Lantas kenapa bisa begini dan kenapa bisa begitu..?

Monday, February 6, 2012

Membangun Moral di SD Jepang

sumber - internet
Anak saya bersekolah di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) kota Tokyo, Jepang. Pekan lalu, saya diundang untuk menghadiri acara “open school” di sekolah tersebut. Kalau di Indonesia, sekolah ini mungkin seperti SD Negeri yang banyak tersebar di pelosok nusantara. Biaya sekolahnya gratis dan lokasinya di sekitar perumahan.

Pada kesempatan itu, orang tua diajak melihat bagaimana anak-anak di Jepang belajar. Kami diperbolehkan masuk ke dalam kelas, dan melihat proses belajar mengajar mereka. Saya bersemangat untuk hadir, karena saya meyakini bahwa kemajuan suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari bagaimana bangsa tersebut mendidik anak-anaknya.

Melihat bagaimana ketangguhan masyarakat Jepang saat gempa bumi lalu, bagaimana mereka tetap memerhatikan kepentingan orang lain di saat kritis, dan bagaimana mereka memelihara keteraturan dalam berbagai aspek kehidupan, tidaklah mungkin terjadi tanpa ada kesengajaan. Fenomena itu bukan sesuatu yang terjadi “by default”, namun pastilah “by design”. Ada satu proses pembelajaran dan pembentukan karakter yang dilakukan terus menerus di masyarakat.