mencari topik lain

Wednesday, May 1, 2013

Baby Blues Syndrome


hallmark.com
Baby Blues yang akan kita bahas disini bukanlah judul lagu patah hatinya George Baker yang terkenal itu, namun sebuah istilah sindrom yang terjadi pada wanita pasca kelahiran.
Disebut juga post partum blues atau post partum distress syndrome yang artinya sama yaitu tekanan emosi yang terjadi pasca melahirkan. Dalam beberapa literature menyebutkan bahwa istilah ini sudah dikenal di dunia kedokteran sangat lama. Tahun 1875, seorang peneliti, SAVAGE menulis tentang sebuah keadaan disforia pasca persalinan yang disebutnya milk fever. Disebut demikian karena kondisi ini bersamaan dengan keluarnya hormon prolaktin yang merangsang keluarnya ASI.
Baby Blues Syndrom (BBS) adalah gangguan emosi ringan yang terjadi pada wanita setelah melahirkan. Ditandai dengan perasaan super sensitive,  uring - uringan, jengkel, murung, sedih, susah tidur, berpikiran negative, bahkan sampai akhirnya mudah sekali menangis. Gangguan ini juga bisa muncul dalam bentuk gangguan fisik seperti mudah lelah, pusing berkepanjangan dan  lemas tidak bertenaga.
Masa gangguan sindrom ini berkisar dua minggu. Diawali dari saat melahirkan sampai kurang lebih 14 hari setelahnya. Keadaan berangsur membaik mengikuti kemampuan ibu menyesuaikan keadaaan yang ada. Termasuk didalamnya kemampuan untuk menerima kondisi dengan ikhlas dan bersyukur.
Bagaimana jika sindrom tersebut tidak membaik dalam waktu dua minggu ?
Jika tidak berangsur membaik atau malah meningkat maka ibu akan masuk kondisi depresi atau disebut juga Postpartum Depression. Tentu saja gangguan emosi yang muncul lebih buruk lagi. Dan pastinya akan berpengaruh pada perkembangan bayi yang diasuhnya.
Sebenarnya apa sih penyebab munculnya sindrom ini ?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang ibu mengalami sindrom yang menurut penelitian dirasakan oleh 40% – 50% wanita pasca melahirkan ini.
·   Faktor Fisik, misalnya (1) perubahan ritme aktivitas yang menguras fisik ibu, (2) perubahan hormonal, antara lain penurunan estrogen dan progesterone yang drastis, dan juga disertai penurunan kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan mudah lelah, penurunan mood, dan perasaan tertekan.
·   Faktor psikologis, misalnya (1) kekhawatiran atas ketidakmampuan merawat bayi yang dilahirkan, (2) permasalahan seputar perawatan bayi yang sangat banyak, seperti mengompol, menangis, menyusui, kebersihan dan lain sebagainya, (3) perubahan bentuk fisik tubuh, beberapa wanita minder dengan bentuk tubuh yang tidak kembali seperti semula.
·   Faktor Sosial, misalnya (1) tuntutan peran sebagai ibu baru dari lingkungan, sebuah harapan yang tidak mudah untuk dipenuhi, (2) perhatian keluarga dan lingkungan yang lebih tertuju pada bayi daripada dirinya, sangat berbeda dengan perhatian diwaktu masa kehamilan.
Di antara beberapa penyebab tersebut ada beberapa kelompok dari ibu/ wanita yang rentan terhadap sindrom ini. Mereka adalah ibu yang pernah mengalami BBS sebelumnya, ibu yang melahirkan anak pertama, ada gangguan saat hamil atau melahirkan, bayi mengalami gangguan, dan ibu dengan keluarga yang tidak harmonis.
Sindrom ini bukanlah sesuatu yang abnormal atau sesuatu yang menakutkan. Baby Blues Syndrome hanyalah sebuah gangguan ringan yang sangat bisa dilalui oleh seorang ibu yang mengalaminya. Justru jika bisa melampaui sindrom ini dengan baik, maka kualitas psikis dan emosi seorang ibu akan mengalami peningkatan.
Mengenali tanda - tanda sindrom ini sangat penting bagi keluarga dan orang - orang di sekitar ibu pasca melahirkan. Karena dengan pengenalan sejak dini maka tekanan dan beban ibu pasca melahirkan akan berkurang. Sehingga penyesuaian atas status barunya sebagai seorang ibu akan dilewati dengan baik.


Ada banyak hal upaya penanganan sekaligus pencegahan agar seorang ibu pasca melahirkan tidak mengalami baby blues syndrome.
Bagi ibu hamil / pasca melahirkan
·         Meningkatkan pengetahuan. Sebelum melahirkan, perbanyak membaca buku atau apapun yang bisa menambah pengetahuan tentang kelahiran, penanganan bayi dan seluk beluknya. Selain bisa menambah ilmu, aktivitas ini bisa mengurangi kecemasan akibat pegetahuan yang salah.
·         Komunikasi dan sikap terbuka. Keluhan, ketakutan, atau apapaun yang bisa menjadi beban pikiran sebaiknya dikomunikasikan dengan pasangan. Keterbukaan dan sikap saling mendukung sangat diperlukan untuk menghindari BBS
·         Share pengalaman dengan ibu ibu yang lain. Bisa dilakukan lewat media social ataupun di perkumpulan ibu hamil dan menyusui (posyandu, klub senam hamil, dsb). Selain menambah pengetahuan, aktivitas ini bisa saling menularkan kegembiraan.
·         Jaga fisik dan nustrisi. Istirahat di sela sela kesibukan tidak kalah pentingnya. Usahakan memaksimalkan waktu luang untuk istirahat, karena tubuh yang bugar akan berpengaruh terhadap kestabilan emosi. Selain itu asupan nutrisi juga sangat penting. Perhatikan kandungan vitamin dan gizi dari setiap makanan yang dimakan.
·         Bersyukur ikhlas dan berdoa. Anak adalah anugrah yang tiada bandingnya. Terkadang para ibu lupa mensyukuri hal ini. Apalagi jika sudah focus pada penanganan bayi. Luangkan waktu untuk berdoa, membaca Alquran dan bersyukur atas nikmat dan amanah yangterlah diberikan.
·         Kedekatan dengan bayi. Mengajak ngobrol dengan bayi baik sejak dalam kandungan maupun ketika sudah lahir memberikan semangat yang luar biasa. Kegembiraan yang ditimbulkan menghasilkan hormone yang bisa membuat relaks emosi dan pikiran.
·         Berpikir positif. Apapun yang terjadi ambilah hikmah dari semua peristiwa.

Bagi Keluarga
·         Dukungan emosi. Berikan senyum dan motivasi. Terkesan sepele namun banyak yang melupakan. Biasanya pada masa setelah kelahiran semua anggota keluarga memperhatikan sang bayi, namun lupa memperhatikan sang ibu. Jauhkan ibu dari informasi yang mencemaskan dan tidak berguna,
·         Dukungan fisik. Menangani bayi itu 24 jam. Terbagi atas aktivitas rutin dan insidental. Bantuan atas pekerjaan jelas diperlukan tanpa mengurangi kesempatan sang ibu untuk belajar merawat anaknya.

semoga berguna
(artikel telah dimuat di harian Joglosemar bulan Mei)

No comments:

Post a Comment