mencari topik lain

Friday, April 5, 2013

Anak Phobia atau Takut ?

 Phobia, identik dengan perilaku seseorang yang mengekspresikan takutnya berlebihan. Entah takut pada macan, pada ketinggian, pada kucing, pada dokter, pada gelap, atau apapun yang bagi seseorang bisa membuat takut. Tapi benarkah itu phobia ? atau sekedar rasa takut biasa ?

Phobia atau rasa takut biasa ?
pic-hypnotherapistshelffield.co.uk
Oke sebelumnya akan kita lihat bagaimana perkembangan rasa takut pada anak.
Sebelum usia 1 tahun (sekitar bulan ke 5) seorang anak sudah mulai mampu mengenali lingkungan. Anak sudah mulai belajar membedakan mana lingkungan yang sering dilihat dan mana lingkungan yang asing. Termasuk mengenali orang – orang yang berada di sekelilingnya.
Anak mulai merasakan ketidaknyamanan dan kecemasan jika tidak menemukan lingkungan atau sosok yang dikenal dengan baik. Perasaan ini diekspresikan anak dengan raut muka tegang, gelisah,  atau sampai pada puncaknya, menangis.

Setelah usia 2 tahun, imajinasi anak berkembang pesat. Anak seringkali kesulitan membedakan antara kenyataan dan fantasi. Anak sangat mudah terpengaruh pada tokoh film yang dilihatnya dan cerita - cerita dari orang di sekelilingnya. Sosok monster, robot, hantu sangat familier terdengar di usia ini.
Bahkan karena tingginya daya imajinasi, anak bisa merasa sangat takut pada suara - suara tertentu, biasanya yang berbunyi keras dan menganggu. Misalnya halilintar, petasan atau hanya sekedar suara pompa air yang berbunyi di malam hari.

Menjelang usia 5 tahun, anak mulai mampu membedakan antara realitas dan fantasi. Ketakutannya mulai berdasar pada kenyataan. Meskipun sebenarnya tokoh fiksi perfilman masih sedikit dominan di pikirannya. Media masa, terutama televisi bisa menjadi awal dari sumber ketakutannya. Mungkin karena informasi yang diterima hanya sepotong dan kurang mampu dipahami. Maklum pengetahuan anak kecil masih terbatas untuk menyerap semua informasi dari televisi.
 
Pada usia sekolah penyebab ketakutan anak secara umum sama dengan penyebab ketakutan pada orang dewasa. Hanya saja orang dewasa memiliki daya nalar yang lebih baik untuk mengelola ketakutannya.



Phobia dan Takut
Tentang phobia, kata ini berasal dari kata Yunani “phobos” yang berarti lari, takut, panik serta takut yang hebat. Beberapa ahli mengatakan phobia adalah perasaan takut yang irasional dan menetap terhadap benda, sesuatu atau aktivitas. Ketakutan yang penyebabnya tidak masuk akal dan berlebihan. Dan biasanya penderita phobia kesulitan mengontrol ketakutannya itu.

Dalam buku DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder – IV), sebuah buku pedoman gangguan kejiwaan, menyebutkan bahwa phobia digolongkan ke dalam 3 jenis, yaitu : Spesifik atau sederhana (pada binatang, ketinggian), Sosial (berhubungan dengan interaksi sosial), Komplek (berhubungan dengan banyak hal)

Jenis phobia sangat beragam, jenisnya bisa mencapai ribuan, beberapa phobia misalnya Agoraphobia (takut tempat terbuka), Claustrophobia (takut tempat tertutup), Acrophobia (takut ketinggian), Selenophobia (takut pada bulan), Pluviophobia (takut pada hujan) dan masih banyak yang lainnya.


Sedangkan takut adalah perasaan gentar terhadap sesuatu yang mengancam atau membahayakan dirinya secara nyata. Takut lebih mengarah sesuatu yang membahayakan fisik. Rasa takut yang normal mempunyai sebab rasional dan masih bisa dikontrol.

Jadi perbedaannya lebih ke alasan dari ketakutan (rasional atau tidak), respon yang dimunculkan, dan lama tidaknya ketakutan itu berlangsung (phobia cenderung menetap, kecuali dilakukan terapi).

Misalnya, jika seorang anak teriak histeris ketakutan ketika didekatkan dengan ular karena anak berpersepsi bahwa gigitan atau bisa ular bisa mencelakainya itu ketakutan yang wajar,. Namun jika ketakutan itu berlanjut sampai anak takut terhadap gambar ular maka itu bisa dikatakan phobia. Karena gambar tidak akan membahayakan si anak.

Phobia ditandai dengan kecemasan yang tinggi, berkeringat dingin, gemetar, sesak napas, histeris, terbawa mimpi buruk, bahkan sampai pingsan. Penderita phobia kadang mengetahui bahwa ketakutannya berlebihan, namun dia tetap tidak mampu mengendalikan dirinya.

Baik ketakutan yang wajar maupun phobia itu bersifat subjektif. Artinya sesuatu itu berbahaya / menakutkan bagi dirinya atau tidak, sangat tergantung dari penilaian masing masing anak. Bisa jadi sebuah benda atau binatang menjadi sumber ketakutan bagi seorang anak, namun bagi anak yang lain malah bisa menjadi sesuatu yang mengasyikkan. Jadi jagan bandingkan ketakutan seorang anak dengan anak yang lain.

Pada anak usia di bawah lima tahun, masih agak sulit membedakan apakah ketakutan itu normal dan wajar atau phobia. Karena anak masih banyak terpengaruh imajinasi yang irasional serta tingkat penalaran atau logika anak yang masih terbatas. Biasanya ketakutan akan sesuatu pada usia ini akan berangsur berkurang sesuai dengan perkembangan usianya. Namun sebaiknya para orang tua tetap waspada dengan memperbanyak dialog untuk menggali seperti apa ketakutannya.

Bagaimana jika pada usia sekolah atau pada usia remaja masih ada ketakutan yang irasional ? Nah ini yang perlu diwaspadai, karena ini bisa jadi sebuah phobia.

Penyebab Phobia
Phobia disebabkan karena pengalaman yang buruk. Entah merasakan langsung, melihat kejadian, atau sekedar mendengar informasi. Nah pengalaman ini membekas mendalam di alam bawah sadarnya.
Penanganan atau respon atas lingkungan terhadap penderita juga akan memperparah phobia, misalnya orang sekelilingnya yang mengolok - olok atau menakut - nakutinya.

Hampir semua anak kecil takut gelap, ini ketakutan wajar. Namun jika ketakutan ini dibumbui dengan cerita hantu kemudian diolok – olok dan digoda berlebihan bisa jadi anak tersebut akan menjadi phobia terhadap kegelapan. Bahkan jika sudah parah melihat warna hitampun sang anak bisa pingsan.

Penanganan Praktis
Untuk menghadapi kondisi ini, ada beberapa yang bisa dilakukan oleh orang tua, antara lain :
- Perhatikan Respon Anak
Tidak semua anak mengeskpresikan takut dengan menangis. Perhatikan tanda ketakutan yang lain, misalnya menggigit kuku pada situasi tertentu, tubuh yang gemetar, dan tanda tidak biasa lainnya. Bedakan apakah itu menetap irasional atau wajar.
- Lakukan Komunikasi Empati
Jangan mengejek, jangan menggoda, jangan permalukan di depan umum. Ajak dialog, dengarkan ceritanya, hargai sudut pandang anak, lalu pahami. Perhatikan penyebab munculnya phobia lalu jelaskan tentang ketakutannya dengan bersahabat dan level bahasa anak.
- Hargai setiap kemajuan kondisi anak
Perasaan dihargai adalah motivasi terbaik anak untuk menghilangkan ketakutan dan phobianya
- Berikan Rasa Aman
Berikan senyuman, pelukan, pegang tangan. Bila perlu ajarkan teknik relaksasi seperti mengatur pernapasan dan pikiran.
- Pendekatan Objek Bertahap
Lakukan terapi pendekatan objek yang ditakuti secara bertahap, dimulai dari yang paling ringan. Anak Jangan dipaksa untuk menghadapi sesuatu yang ditakutinya.
Beberapa tahapan terapi adalah dengan (1) Penggunaan Kata, gunakan kata objek yang ditakuti bersamaan dengan sesuatu yang menyenangkan. (2) Penggunaan Gambar, perlihatkan gambar objek yang ditakuti. Perlihatkan secara sekilas, atau dari jauh, atau sandingkan dengan gambar lain yang indah. (3) Penggunaan Cerita, sisipkan kata objek dalam cerita yang menarik. Bila perlu sertakan tokoh favoritnya. (4) Pendekatan objek asli dari jauh, pastikan anak tidak terpaksa melihat objek asli dan apresiasi setiap kemajuan. (5) Pendekatan objek asli dari dekat, pastikan sudah melalui tahap sebelumnya dengan baik dan jangan terpancang waktu.

Apabila kondisi anak sudah melampaui batas, artinya dampak phobia sudah mengganggu aktivitas sehari - hari, maka sebaiknya membawa anak ke pihak yang berkompeten, misalnya psikolog atau psikiater.
Dalam kondisi yang lebih serius biasanya terapi yang diberikan cukup beragam, misalnya Hypnotherapy (pemberian sugesti bawah sadar), Flooding (perlakuan ekstrim, yaitu dengan memberikan penderita phobia lingkungan yang ditakutinya sampai bisa adaptasi – ini sangat jarang dilakukan), Abreaksi (mengelola ketakutan dalam imajinasi), Desensitisati Sitematis (mengelola ketakutan dengan tahapan dari yang paling ringan), dan Reframing (mengelola ketakutan dengan imajinasi kembali pada saat awal ketakutan muncul).

Dari semua perlakuan, yang terbaik tetaplah tindakan preventif, yaitu menjaga agar phobia tidak muncul pada anak. Orang tua harus memastikan bahwa lingkungan yang dihadapi anak tidak membuat anak trauma. Pengalaman buruk apapun yang dihadapi anak segera diurai dengan perbincangan yang bersahabat dan tidak menghakimi.

Oleh karenanya menjadi orang tua yang di percaya anak adalah yang terbaik. Dengan kepercayaan itu anak akan terbuka, sehingga orang tua akan mudah mengetahui kondisi yang terjadi pada anak.

Tapi, bagaimana agar dipercaya anak..? Jadilah sahabatnya. Just do it !


Semoga bermanfaat
(artikel telah dimuat di harian Joglosemar bulan April)


No comments:

Post a Comment