mencari topik lain

Friday, November 23, 2012

Tanya Jawab 6 ; Tentang Anak Minder dan Pemalu vs Keberanian dan Percaya Diri Anak

Sesi Parenting pada Event Menggambar dan Mewarnai Piring Gerabah
Minggu 18 November 2012

Terima kasih atas pertanyaan dari Ibu Laily, ibu Rahmayanti, ibu Hesty, ibu Dwi, ibu Sri Nuryatmi, bapak Fadhil


Setiap anak terlahir dengan semua kemungkinan. Kemungkinan hebat, kemungkinan percaya diri, kemungkinan sukses, kemungkinan menyimpang, kemungkinan minder dan lain sebagainya. Semuanya akan menjadi profil dan pribadi yang akan melekat pada dirinya kelak.

Sifat Bawaan
Sebagian ilmuwan mengatakan setiap anak memang memiliki karakter bawaan yang berbeda disamping masih ada kepribadian yaitu ciri khas seseorang yang terbentuk dari lingkungan.

ilustrasi begini..
Sebuah lukisan yang hebat terdiri dari kanvas yang digunakan dan warna yang dicoretkan di atasnya. Kanvas itu ibarat karakter dan coretan warna adalah kepribadian. Sifat sifat seseorang melekat pada dirinya dalam bentuk kepribadian.

Anak yang berkarakter semangat (sanguinis/mudah panas) lebih mudah diajarkan keberanian dari pada anak yang berkarakter pelan (melancholic/berat). Namun bukan berarti karakter melancholic  tidak bisa berani. Semua sangat tergantung pada kita, sang orang tua dan lingkungan untuk membentuknya.
Artinya ada anak yang lebih sedikit membutuhkan rangsangan/stimulus untuk munculnya sifat keberanian dan ada anak yang memerlukan lebih banyak rangsang atau dukungan.


Minder, keberanian dan kepercayaan diri, semua itu adalah sifat yang membentuk kepribadian. Yang dibentuk dari kebiasaan atau perilaku yang berulang. Jika kita mengkondisikan anak untuk mengulang perilaku yang berani dan percaya diri maka sifat itu akan muncul pada anak.
Sebaliknya, jika pola asuh kita menutup kesempatan untuk munculnya sifat percaya diri pada anak, maka anak akan cederung berperilaku minder.

Beberapa pola asuh yang kondusif untuk munculnya kepercayaan diri pada anak antara lain :
Kesempatan mencoba (biarkan anak mengalami langsung), mendengarkan dan perhatian (bukan untuk menasehati, tapi untuk memahami anak), mengurangi larangan (bahkan untuk sesuatu yang aman, kesalahan itu perlu dilakukan), suasana hangat (humor, bermain bersama, ngobrol bersama), menghargai (atas usaha, proses, baru hasil), pujian tulus (acungan ibu jari, senyuman adalah bentuk pujian), ketegasan (bukan marah), membimbing (bersama melakukan), harapan yang wajar (bertahap, harapan terlalu tinggi membuat anak kita terlihat semakin buruk), dan keteladanan dari orang tua tentang kepercayaan diri (ingat percaya diri itu bukan keberanian menantang berkelahi).

Memaksa anak untuk melakukan sesuatu bukanlah mengajari mereka berani, namun malah menimbulkan trauma pada anak terhadap peristiwa itu sendiri. Biarkan mereka mencoba sampai level keberanian mereka, lalu hargai. Bimbing anak untuk mencapai level terhebatnya.
Ajak anak ngobrol sebagai sahabat, jangan buru - buru diberi nasehat atas kesalahannya, namun cobalah memancing anak untuk menarik kesimpulan atas perilakunya. Ingat dengan bahasa mereka bukan dengan bahasa yang mbulet.

Tentang rendah diri atau minder atas sesuatu yang dimiliki (jelek), berdialog sangatlah penting. Ajak anak untuk membahas konsep bersyukur dengan bahasa yang sangat mudah dipahami. Dongeng dapat menjadi stimulus tepat untuk mengawali perbincangan. Biarkan imajinasinya berkembang, jawabannya mungkin ngalor ngidul, tapi bimbinglah agar tetap fokus. Ulang lah kebiasaan ini, sehingga anak tanpa disadari akan tersadar dan terbentuk konsep baru tentang bersyukur.

Sekali lagi sifat hanya bisa terbentuk dari perilaku yang berulang. Jangan menyerah untuk memberikan kesempatan pada anak agar tumbuh dengan karakter dan pribadi yang maksimal.

Semoga membantu

Artikel Terkait :

No comments:

Post a Comment