ilustrasi - usbornebooks |
Beberapa waktu ini berita penculikan bayi terdengar santer
di pemberitaan media. Entah apa yang ada dibenak pelaku sehingga setega itu
memisahkan anak dari pelukan orang tuannya. Memutus kasih sayang yang sangat
dibutuhkan pada awal perkembangan balita.
Tak seorangpun bisa menerima kejahatan
ini. Semua orang akan berpikir bagaimana anak yang masih berusia balita itu
harus tumbuh tidak dalam lindungan kedua orang tuanya.
Penculikan bayi memisahkan secara fisik dan psikis anak dari
orang tuanya. Dan demi mendapatkan kembali para orang tua akan rela memberikan
apapun yang dimilikinya... ya apapun.
Namun sadarkah bahwa penculikan jiwa balita sering terjadi di sekitar kita. Anak anak tumbuh tanpa ‘kehadiran’ orang tuanya disampingnya. Sosok pelindung yang bernama orang tua hanya hadir dalam bentuk televisi dan gadget. Dan para orang tua sama sekali tidak ada kekhawatiran akan hal ini.
Jika data penculikan fisik bayi 2013 mendekati angka 200 kasus, namun ‘penculikan’ jiwa disekitar kita mencapai jutaan per tahun
Orang tua dengan sukarela menyerahkan anak balitanya pada
para penculik jiwa. Demi pekerjaan dan sepiring harta, kita berikan sesuatu yang
sangat berharga yang bernama kebersamaan kepada orang yang kita bayar untuk
menggantikan kehadiran kita.
Sekolah full day plus les privat, penitipan anak yang asal - asalan, baby sister, pembantu,
televisi, dan tablet adalah para penculik jiwa anak kita. Sesuatu yang sangat berharga
yang momennya tidak bisa kita ulang selamanya.
Jika data penculikan fisik bayi 2013 mendekati angka 200
kasus, namun ‘penculikan’ jiwa disekitar kita mencapai jutaan per tahun. Adakah
kita memahami hal ini ?
Tumbuh kembang anak tidak hanya ditentukan oleh kualitas
makanan dan ketersedian materi. Namun juga diperlukan sebuah software mental
yang hanya bisa di instal dengan kasih sayang dan keteladanan orang tua. Jika
kita menyepelekan sofware ini maka sosok anak kita hanyalah serupa dengan
laptop sony vaio keluaran terbaru tapi dengan prosessor pentium 1. Hanya bisa
dipandang namun terasa lambat dalam fungsi dan kegunaannya.
Sekolah dengan konsep pendidikan karakter bukanlah bengkel mental anak, yang jika anak kita sekolah disana maka mentak anak kita akan kuat dan berkarakter positif. Sama sekali bukan. Masih sedikit sekolah yang paham tentang konsep tumbuh kembang anak. Bahkan seorang dosen pendidikan luar biasa mengatakan bahwa anak akan berhenti belajar tepat pada saat dia masuk sekolah. Artinya sekolah dengan berbagai batasan selalu mengarahkan anak sesuai keinginan sekolah, bukan keinginan anak. Kisah nyata novel Totochan bisa menjadi contoh nyata pendidikan saat ini (download pdf totochan disini).
Rasa sayang orang tua tidak tergantikan oleh sekolah sehebat dan semahal apapun. Keteladanan orang tua dalam membentuk kepribadian anak tidak bisa ditiru oleh aturan sekolah. Jadi memang kita dititahkan sebagai orang tua benar benar untuk bertanggungjawab sepenuhnya atas tumbuh kembang anak dan pendidikannya. Sehingga suatu saat di masa depan kita bisa bangga mengatakan, 'dia anakku'...
Semoga kita tidak hanya waspada dengan penculikan anak yang
sebenarnya, namun kita juga bisa menjaga anak anak kita dari penculikan jiwa
yang tidak kita sadari.
Amin.
Haryadi Har
No comments:
Post a Comment