sekolahhebatku.blogspot.com |
Setelah dikupas tuntas tentang
materinya Sarlito Wirawan, maka bagian kedua akan saya coba menuliskan apa yang
saya dapat dari materi Tika Bisono.
Ibu yang satu ini menyampaikan
materi dengan atraktif dan tidak bisa diam, berjalan kesana kemari bahkan
sering sampai ke barisan belakang. Ujung ujungnya peserta hanya denger suara
tanpa rupa.. halah!
Materi yang dibawakan adalah ‘Peran Strategis Ibu/Ayah dalam melejitkan 9 Potensi Kecerdasan & Mental Anak untuk Membantu Mewujudkan Cita – citanya’.. (ada judul yang lebih panjang..?)
Materi dari sang ‘artis’ banyak membahas kondisi pola asuh
anak pada saat sekarang yang cenderung tidak memberi ruang bagi perkembangan
mental yang sehat baik. Dan hal ini bisa terjadi di lingkungan keluarga dan
sekolah/sosial, antara lain :
- Fenomena anak cerdas adalah yang skor tes IQ tinggi ; anak diangap cerdas jika memiliki angka IQ tinggi atau nilai sekolah yang baik. Padahal banyak tokoh tokoh dunia yang mengawali sekolahnya dengan tertatih tatih dan dikatakan bodoh.
- Pemahaman yang salah bahwa orang tua pasti tahu yang terbaik bagi anaknya ; orang tua merasa dirinya tahu benar tentang anak anaknya sampai suatu saat dia mendengar bahwa anaknya terkena narkoba, terlibat perkelahian, hamil di luar nikah, atau bunuh diri. Semua tak perlu terjadi jika orang tua mau mendengar bukan selalu menggurui. Andaikan semua orang tua adalah sahabat bagi anak…
- Fenomena orangtua bekerja tanpa ada waktu buat anak ; kita kadang lupa bahwa harta terbesar kita adalah keluarga. Ingat cerita tentang empat bola kaca dan satu bola karet (baca disini Bola kaca dan Bola Karet ).
- Aspek rasa bersalah ortu sebagai toleransi sikap memanjakan anak ; sebagian besar orang tua paham bahwa waktu yang hilang bersama anak adalah kesalahan besar, dan sebagian berusaha menggantikannya dengan materi dan longgarnya aturan.
- Fenomena warisan ambisi orangtua kepada anak ; secara bawah sadar kadang kita meminta anak melakukan sesuatu yang kita inginkan pada masa dahulu.
- Faktor Anak kritis, orang tua kurang kreatif ; tidak terbatasnya rangsangan informasi membuat tingkat kritis anak kita meningkat, sudahkah kita belajar untuk menjawabnya..?
- Penghargaan lebih ke prestasi akademik anak, prestasi lainnya dianggap angin lalu ; jika anak memperoleh nilai tertinggi UAN, mungkin satu propinsi ikut merayakan, namun bagaimana jika anak menjadi atlit nasional..? kadang satu kecamatan saja tidak ada yang tahu.
dan masih banyak lagi..
Tika Bisono mengungkapkan
bahwa penghargaan kepada anak haruslah tulus dan menyeluruh, tidak terbatas
pada aspek akademik, apalagi hanya mengacu pada pelajaran pelajaran tertentu
(matematika, fisika, bhs inggris). Prestasi diluar mata pelajaran pun harus
dihargai, misalnya juara catur, sepak bola, puisi, dsb.
Yang tak kalah penting adalah
kesiapan kita dalam mengelola sang buah hati. Sudahkah kita benar benar
memahami anak kita seutuhnya ? Sudahkah kita menjadi sahabat dan tempat
curhatnya ? Atau kita tak lebih hanya sebagai mesin pencetak uang dan satpam yang
ditakuti dirumah ?
Semoga berguna!
No comments:
Post a Comment