Sesi Parenting pada Event Menggambar dan Mewarnai
Piring Gerabah
Minggu 18
November 2012
Terima kasih atas pertanyaan dari Ibu Laily, ibu Rahmayanti, ibu Hesty, ibu Dwi, ibu Sri Nuryatmi, bapak Fadhil
Setiap anak terlahir
dengan semua kemungkinan. Kemungkinan hebat, kemungkinan percaya diri,
kemungkinan sukses, kemungkinan menyimpang, kemungkinan minder dan lain sebagainya. Semuanya akan menjadi profil
dan pribadi yang akan melekat pada
dirinya kelak.
Sifat Bawaan
Sebagian
ilmuwan mengatakan setiap anak memang memiliki karakter bawaan yang berbeda disamping masih ada kepribadian yaitu ciri khas seseorang yang terbentuk dari lingkungan.
ilustrasi
begini..
Sebuah lukisan
yang hebat terdiri dari kanvas yang digunakan dan warna yang dicoretkan di
atasnya. Kanvas itu ibarat karakter dan coretan warna adalah kepribadian. Sifat sifat seseorang
melekat pada dirinya dalam bentuk kepribadian.
Anak yang
berkarakter semangat (sanguinis/mudah
panas) lebih mudah diajarkan keberanian dari pada anak yang berkarakter pelan (melancholic/berat). Namun bukan berarti
karakter melancholic tidak bisa berani. Semua sangat tergantung pada
kita, sang orang tua dan lingkungan untuk membentuknya.
Artinya ada anak yang lebih sedikit membutuhkan rangsangan/stimulus untuk munculnya sifat
keberanian dan ada anak yang memerlukan lebih banyak rangsang atau
dukungan.
Minder,
keberanian dan kepercayaan diri, semua itu adalah sifat yang membentuk kepribadian. Yang dibentuk dari kebiasaan
atau perilaku yang berulang. Jika kita mengkondisikan anak untuk mengulang
perilaku yang berani dan percaya diri maka sifat itu akan muncul pada anak.
Sebaliknya,
jika pola asuh kita menutup kesempatan untuk munculnya sifat percaya diri pada
anak, maka anak akan cederung berperilaku minder.
Beberapa pola
asuh yang kondusif untuk munculnya kepercayaan diri pada anak antara lain :
Kesempatan mencoba (biarkan
anak mengalami langsung), mendengarkan
dan perhatian (bukan untuk menasehati, tapi untuk memahami anak), mengurangi larangan (bahkan untuk sesuatu yang aman, kesalahan
itu perlu dilakukan), suasana
hangat (humor, bermain bersama, ngobrol bersama), menghargai (atas
usaha, proses, baru hasil), pujian
tulus (acungan ibu jari, senyuman
adalah bentuk pujian), ketegasan
(bukan marah), membimbing (bersama melakukan),
harapan yang wajar (bertahap, harapan terlalu tinggi membuat
anak kita terlihat semakin buruk), dan keteladanan
dari orang tua tentang kepercayaan diri (ingat
percaya diri itu bukan keberanian menantang berkelahi).
Memaksa anak
untuk melakukan sesuatu bukanlah mengajari mereka berani, namun malah
menimbulkan trauma pada anak terhadap peristiwa itu sendiri. Biarkan mereka
mencoba sampai level keberanian mereka, lalu hargai. Bimbing anak untuk mencapai level terhebatnya.
Ajak anak
ngobrol sebagai sahabat, jangan buru - buru diberi nasehat atas kesalahannya, namun cobalah memancing
anak untuk menarik kesimpulan atas perilakunya. Ingat dengan bahasa mereka
bukan dengan bahasa yang
mbulet.
Tentang rendah
diri atau minder atas sesuatu
yang dimiliki (jelek), berdialog sangatlah penting. Ajak anak untuk membahas
konsep bersyukur dengan bahasa yang sangat mudah dipahami. Dongeng dapat
menjadi stimulus tepat untuk mengawali perbincangan. Biarkan imajinasinya
berkembang, jawabannya mungkin ngalor ngidul, tapi bimbinglah agar tetap fokus. Ulang lah kebiasaan ini,
sehingga anak tanpa disadari akan tersadar dan terbentuk konsep baru tentang
bersyukur.
Sekali lagi
sifat hanya bisa terbentuk dari perilaku yang berulang. Jangan menyerah untuk
memberikan kesempatan pada anak agar tumbuh dengan karakter dan pribadi yang
maksimal.
Semoga
membantu
Artikel Terkait :
No comments:
Post a Comment