Sesi Parenting pada Event Menggambar dan Mewarnai Piring Gerabah
Minggu 18 November 2012
Terima kasih atas pertanyaan dari Bapak Harsito, ibu Tari, ibu Devi
Kebutuhan setiap anak adalah belajar, karena belajar adalah
sebuah naluri untuk berkembang. Sebenarnya apapun yang dilakukan anak adalah
proses belajar. Mulai dari bermain, ngobrol, berdebat, di sekolah, bahkan
bertengkar pun adalah proses belajar. Karena dengan melakukan semua itu anak
mempelajari bagaimana melakukan kehidupannya kelak.
Jika pada orang dewasa motivasi belajar tergantung pada
keinginan menemukan solusi atas masalahnya (andragogi),
maka motivasi belajar pada anak lebih tergantung pada rasa penasaran anak
terhadap materi belajar (pedagogi).
Atau seberapa menarik metode belajarnya.
Apabila seorang anak memiliki kesan buruk terhadap sebuah
mata pelajaran maka mustahil anak akan belajar dengan benar. Kesan buruk bisa
ditimbulkan karena guru yang tidak menyenangkan, cara mengajar yang tidak
sesuai dengan anak, hukuman, aktifitas berat atas pelajaran (les) atau mungkin
disebabkan karena kita sebagai orang tua yang menetapkan target tinggi atas
pelajaran tersebut.
Solusinya tentu
saja adalah membuat ‘image’ bagus tentang belajar atau pelajaran. Saya dulu
sering bermain tebak tebakan dengan anak umur 4 tahun tentang jumlah batu dalam
sebuah tempat tertutup. Saya bisa mengetahui jumlah batu dalam tempat tersebut
hanya dengan melihat jumlah batu yang diambil atau dimasukkan. Setelah anak
terheran heran, saya katakana…’itulah
matematika, suatu saat kamu akan belajar tentang matematika.. dengan matematika
kamu bisa tahu mainanmu hilang atau tidak dengan cepat’. Saya membentuk
gambaran menyenangkan tentang kata matematika. Agar bawah sadar anak merekam
bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan kata matematika itu menarik dan
menyenangkan. Sehingga kedepan anak akan mengawali belajar matematika di
sekolah dengan kesan menyenangkan. Ini
bisa dilakukan untuk IPA, Bahasa Asing dan semua mata pelajaran. Intinya cuma
dengan cara yang diminati anak dan memakai bahasa yang mudah dipahami.
Solusi lain adalah
tentang metode belajar.
Setiap anak memiliki kecenderungan menggunakan gaya
belajar tertentu untuk proses belajarnya. Ada yang auditori, anak dengan gaya belajar ini menyukai membaca dengan
keras, tidak harus duduk di depan asal suara guru terdengar, mudah membayangkan
dan lebih menyukai radio.
Ada juga gaya belajar visual,
biasanya anak dengan gaya ini harus duduk di depan agar bisa konsentrasi.
Menyukai ilustrasi dan penjelasan dengan corat coret.
Gaya belajar kinestetik,
adalah gaya belajar dimana anak menyukai aktivitas untuk menerima pengetahuan.
Sangat suka percobaan, melakukan langsung daripada sekedar penjelasan, dan
cenderung banyak aktivitas.
Pengenalan gaya belajar ini cukup membantu orang tua dan
guru untuk mengarahkan proses belajar mengajar yang dilakukan. Namun apapun
gayanya, proses belajar yang menarik lebih disukai anak.
Untuk usia dini, belajar dapat dilakukan dengan mudah,
karena bisa berlangsung di dapur, di kasur, di halaman, di mobil, bahkan
dimanapun dan tentang apapun. Namun untuk anak usia sekolah, kita harus
membantunya untuk menemukan cara belajar yang paling efektif yang bisa
dilakukan.
Memahami kenapa harus belajar adalah hal mendasar yang
harus dibahas bersama anak, sampaikan dengan bahasa yang sederhana, yang bisa
membuat motivasi anak muncul. Cobalah hubungkan dengan kesukaan anak.
Berikut sedikit contoh dialog Mama dengan anak kelas 1 SD
yang membahas konsep belajar, sang anak menyukai ronaldo ;
(Kenapa suka
ronaldo ?) karena pintar (apalagi)
karena hebat (hmm hebat ya.. apalagi ya)
karena kaya (oh ronaldo kaya ya, benar
juga mobilnya banyak dan ronaldo juga sering membantu orang yang kesusahan ya..)
iya.
(Ronaldo itu pinter
buat gol ya, menggiring bolanya cepat sekali) iya.. golnya banyak (hebat dia, pasti sering latihan menggiring
bola, kalo adik suka menggiring bola juga ngk) iya.. kalo main bola (wah pasti anak mama ini nanti bisa sehebat
ronaldo) hehehe (kalo gitu harus
lebih semangat belajar mengiring bola dong) iya.. semangat (hmm.. kalo pemain yang jelek pasti ngk
pernah berlatih dan belajar ya..) iya jadi pemalas.. (trus kalo adik jadi ronaldo, ngomong apa sama pemain yang jelek itu)..
hey pemain jelak, makanya belajar biar kaya aku (wuih ronaldo mama hebat, anak yang suka belajar seperti adik ini pasti
akan jadi anak hebat).. hehe
Dialog tersebut menggambarkan tentang penguatan konsep
belajar tanpa mengadili dan membuat anak nyaman. Kepercayaan dan kenyamanan
berdialog dapat membuat pengalaman menarik yang bisa diulang untuk konsep yang
lain.
Menentukan jam belajar, meja belajar, tempat belajar,
sampai bersama siapa mau belajar (di rumah) adalah sesuatu yang penting. Jangan
asal perintah, Karen yang akan belajar adalah anak, bukan kita. Sehingga
melibatkan mereka untuk membahas hal itu menjadi hal yang penting.
Konsistensi atau rutinitas anak untuk perlu dibantu.
Jangan mudah marah atau menghukum ketika anak sedang malas. Kita saja kadang
malas bekerja padahal tahu manfaat bekerja, apalagi anak yang dia sendiri tidak
tahu kenapa harus belajar. Maka bersabarlah, cobalah dengan gigih namun tetap
ramah. Terlalu banyak menghukum hanya dapat menyebabkan trauma belajar.
Sesekali membiarkan anak malas mengerjakan PR dan dihukum di sekolah dapat
dicoba, agar anak paham tentang konsep sebab akibat. Bukannya kesalahan dan
kegagalan juga sebuah proses belajar ?.
Intinya bentuk pola pikir anak bahwa belajar itu penting,
bukan sekedar kewajiban. Selanjutnya berikan cara belajar yang menyenangkan.
Jangan terkotak bahwa belajar itu di depan meja dan pegang buku. Cobalah membaca
buku pelajaran anak, dan ajarkan ketika sedang bersantai, apalagi disertai
dengan contoh - contoh yang langsung dapat dilihat.
Selanjutnya jaga rutinitas belajar dengan mengelola
motivasinya. Bersabarlah, karena motivasi naik turun itu biasa.
Sedikit membahas tentang NILAI SEKOLAH
Nilai dibuat berdasarkan kemampuan siswa dalam menjawab
atas pertanyaan yang diberikan. Pertanyaan didasarkan atas materi yang
diberikan sebagai alat untuk mengukur pemahaman siswa atas materi. Jika nilai
anak jelek berarti anak belum memahami (mengahapal) materi yang diberikan,
bukan berarti anak bodoh.
Kesulitan memahami materi bisa disebabkan karena materi
tidak menarik, cara mengajar yang tidak sesuai, anak yang malas atau tidak
termotivasi, atau bahkan karena soal tes nya yang sulit dipahami (ini sering terjadi). Jadi sesekali
bertemulah guru untuk komunikasi dan bertukar informasi tentang aktivitas anak.
Semoga bermanfaat
Artikel terkait :
No comments:
Post a Comment